Blogger templates

Saturday, April 6, 2013

driver notebook acer one 722 windows 7

Driver Acer Aspire One AO722 Windows 7 32bit / x86

Nama Driver Kategori DriverLink Download
Conexant Audio Driver Audio Download
Atheros Wireless LAN Driver Wifi Download
Realtek Wireless LAN Driver WifiDownload
ATI Radeon HD6290 Driver VGA Download
Synaptics TouchPad Driver  Touchpad Download
Realtek Card Reader Driver MMC Download
Atheros LAN Driver LAN Download
Bluetooth Broadcom Driver Utilities Download
Bluetooth Atheros Driver Utilities Download
Webcam Aplikasi Utilities Download
ePower management application UtilitiesDownload
Launch Management Application Utilities Download
Bios Bios Download

KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM PERSEPTIF ETIKA LINGKUNGAN




BAB I 
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Etika terhadap lingkungan, hampir tidak mendapat perhatian dari berbagai pihak. Setiap ada kata etika, pasti yang dikaitkan adalah hubungan antara manusia dengan manusia, tidak pernah terlintas, bahwa dalam beretika tidak hanya terhadap sesama manusia tetapi juga terhadap bukan yang namanya manusia. sebagian besar manusia saat ini sudah tidak peduli lagi dengan sesama dan lingkungannya karena merasa berkelimpahan. Setelah sejarah panjang inovasi teknologi dan eksploitasi sumberdaya alam, manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain, kekuatan yang dimiliki manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh manusia sendiri lewat kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia pada dasarnya sudah mulai kehilangan orientasi dan harapan hidup
Sonny Keraf, pengamat lingkungan hidup serta mantan menteri lingkungan hidup. Beliau pernah berujar bahwa masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan dengan masalah moral, atau persoalan perilaku manusia.Dengan demikian, krisis ekonomi global yang kita alami dewasa ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global. Karena menjadi krisis moral kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam.
Yang dibutuhkan adalah sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang perorang, tetapi juga lingkungan masyarakat secara keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta. Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita alami saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia keliru memandang dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus pula menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesehatan manusia tidak terlepas dari kondisi kesehatan lingkungan. Alam dan lingkungan disekitar manusia akan memberikan dampak baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kesehatan individu ataupun masyarakat. Oleh karena itu didalam makalah ini penulis tertarik untuk membahas mengenai kesehatan lingkungan dalam perseptif etika lingkungan.

1.2    Tujuan
            Paper ini bertujuan agar pembaca umumnya dan diri pribadi saya pada khususnya mengetahui dan memahami tentang kesehatan lingkungan dari sudut pandang etika lingkungan



 
BAB II
PEMBAHASAN

Untuk mempertahankan eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan kekuatan/nilai lain yang disebut ‘etosfer’, yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral bukan ciptaan manusia, sebab ia melekat pada dirinya, menjadi hakikatnya. Sama seperti bumi bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk dikelola dan pengelolaan itu berjalan dengan baik dan bertanggung jawab sebab ia juga dikaruniai etosfer.
Etika adalah hal yang sering dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan. Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini cenderung langsung menggunakan fenomena-fenomena yang muncul di permukaan dan kemudian mencari penyebabnya kepada aktivitas yang ada di sekitar fenomena tersebut (misalnya: Logging, Pertambangan, Industri dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut digunakanlah bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang dikemukakan tidak relevan.
Pada sisi lain pihak yang dituduh kemudian juga menyodorkan informasi atau data yang bersifat teknis yang menyatakan mereka tidak bersalah, akibatnya konflik yang terjadi semakin panas dan meluas, padahal kalau mereka yang berkonflik memiliki etika yang benar tentang lingkungan hidup maka konflik yang menuju kearah yang meruncing akan dapat dicegah.
Apakah yang menyebabkan etika lingkungan cenderung dilupakan? Pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu keserakahan yang bersifat ekonomi (materialisme), ketidak tahuan bahwa lingkungan perlu untuk kehidupannya dan kehidupan orang lain serta keselarasan terhadap semua kehidupan dan materi yang ada disekitarnya, atau karena telah terjadi transaksi jiwa antara perusak lingkungan dengan Mephistopheles, sehingga yang di kedepankan adalah meraih puncak-puncak nafsu yang ada di bumi dan sekaligus mendapatkan bintang-bintang indah di langit atau surga. Bukankah ini sesuatu yang ironis ?
Lingkungan hidup bukanlah obyek untuk dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, tetapi harus ada suatu kesadaran bahwa antara manusia dan lingkungan terdapat adanya relasi yang kuat dan saling mengikat. Rusaknya lingkungan hidup akan berakibat pada terganggunya kelangsungan hidup manusia. Karena itu setiap kali kita mengeksploitasi sumberdaya mineral dari alam yang diciptakan oleh Tuhan, kita harus memperhitungkan dengan seksama manfaat apa yang akan dihasilkannya bagi kemaslahatan manusia. Dengan demikian pemanfaatan ini tetap dalam tujuan transformasi menjadi manusia yang merdeka, cerdas, dan setara satu dan lainnya.

2.1      TEORI-TEORI ETIKA LINGKUNGAN
           Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia mempunyai  tanggung jawab moral terhadap lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup melampaui status alaminya dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam konteks ekonomi dan bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau memamfaatkan sumber daya alam demikian rupa sehingga kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi bermutu sama seperti sebelumnya. Kegiatan ekonomisnya harus harus memugkinkan pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan yang berbeda.

1)      Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1974, William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang memungkinkan dia untuk hidup dengan baik. Lingkungan yang berkualitas tidak saja merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus direalisasikan karena menjadi hak setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak untuk memakai miliknya guna menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki tanah sendiri, ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka pada taraf praktek masih tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak atas milik pribadi atau hak atas usaha ekonomis harus dibatasi.
Dalam konteks hak dan lingkungan hidup kerap kali diperdebakan lagi pertanyaan apakah kita harus mengakui adanya hak untuk generasi-generasi yang akan datang dan malah binatang atau barangkali malah pohon dan mahluk hidup lainnya? Masalah kontoroversial ini ditanggapi oleh para ahli etika dengan cara yang berbeda. Ada etikawan yang amat yakin tentang adanya hak untuk generasi-generasi yang akan dating dan malah untuk binatang. Etikawan lain menolak dengan tegas hak-hak serupa itu. Istilah hak dipakai dalam arti kiasan saja, bila orang berbicara tentang hak generasi-generasi yang akan dating dan hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya selalu mengandaikan subyek yang rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja, dengan menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas kepada generasi-generasi yang akan dating dan kewajiban untuk memelihara keanekaan hayati. Walaupun sering kewajiban dengan pihak satu sepadan dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi kewajiban kita di sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi sesudah kita dan keanekaan hayati bukan hak-hak mereka.

2)      Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat dipakai juga guna menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab kita untuk melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme bias menunjuk jalan keluar dari beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar atau kalau dengan kata lain kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya sudah jelas, pelestarian lingkungan hidup membawa keadaan paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-generasi yang akan datang. Jika kelompok terbatas misalnya, para pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) mengekploitasi alam dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh untung banyak, hal itu justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan besar bagi banyak orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan, kita akan merugikan semua generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak boleh dibatasi pada keuntungan kelompok kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan  hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Perhitungan cost-benefit pada dasarnya menjalankan suatu pendekatan utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan hidup harus dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan pada orang lain.

3)      Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari juga dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di sini harus dipahami sebagai keadilan distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita lihat, lingkungan hidup pun menyangkut soal kelangkaan dank arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam demikian rupa, sehingga orang lain misalnya generasi-generasi yang akan datang tidak lagi bisa memakai alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan pelbagai cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara, tetapi tidak mustahil tidak ada cara lain lagi untuk mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup.

a.       Persamaan
            Jika bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak sama. Dengan cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan termasuk pemegang saham justru akan maju, tetapi orang kurang mampu akan dirugikan. Dalam studi-studi ekonomi, sudah sering dikemukakan bahwa akibat buruk dalam kerusakan lingkungan hidup terutama dirasakan oleh orang miskin. Hal seperti ini harus dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua orang harus diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk memperlakukan mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan, karena hanya cara memakai sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality), sedangkan cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan, karena membawa penderitaan tambahan khususnya untuk orang kurang mampu.

b.      Prinsip Penghematan Adil
            Dalam rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls pun berbicara tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan dengan keadaan sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang akan datang. Kita akan tidak berlaku adil bila kita mewariskan lingkungan yang rusak kepada generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi mendatang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber energi alternative bagi generasi-generasi sesudah kita, tetapi prinsip penghematan adil lebih mendesak untuk diterapkan pada integritas alam. Kita wajib mewariskan lingkungan hidup yang utuh kepada generasi-generasi mendatang, agar mereka bias hidup pantas seperti kita sekarang ini.

c.       Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan social. Pelaksanaan keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu tertentu. Secara tradisisonal keadilan social hamper selalu dikaitkan dengan kondisi kaum buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan ke-20. Pelaksanaan keadilan di bidang kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku juga dalam konteks lingkungan hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak lagi membuang limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan faunanya hampir tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan itu yang tetap mencemari laut dengan membuang limbahnya.
Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup memang mulai disadari sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di mana-mana ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup. Di beberapa Negara di Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki sebagian program pokok memperjuangkan kualitas lingkungan hidup. Walaupun di bidang lingkungan hidup sebagai masalah keadilan social para individu masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja. Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup barangkali lebih mua terwujud dengan kesadaran atau kerja sama semua individu, ketimbang keadilan social pada taraf perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini tidak begitu tajam. Masalah lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua. Jika ada kesadaran umum, bersama-sama akan dicapai banyak kemajuan. (Alimah, 2013)

2.2      Etika Lingkungan
Etika adalah penilaian terhadap tingkah laku atau perbuatan. Etika bersumber pada kesadaran dan moral seseorang. Etika biasanya tidak tertulis. Namun ada etika yang tertulis, misalnya etika profesi, yang dikenal sebagai kode etik.
Etika lingkungan, pada dasarnya adalah perbuatan apa yang dinilai baik untuk lingkungan dan apa yang tidak tidak baik bagi lingkungan. Etika lingkutan bersumber pada pandangan seseorang tetang lingkungan.
Prinsip-prinsip etika lingkungan mengatur sikap dan tingkah laku manusia dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip tidak merugikan, tidak campur tangan, kesetiaan, dan keadilan.
1.      Prinsip tidak merugikan (the rule of Nonmaleficence), yakni tidak merugikan lingkungan, tidak menghancurkan populasi spesies atau pun komunitas biotic.
2.      Prinsip tidak campur tangan (the rule of noninterference), yakni tidak memberi hambatan kepada kebebasan setiap organisme, yaitu kebebasan mencari makan, tempat tinggal, dan berkembang biak.
3.      Prinsip kesetiaan (The rule of fidelity) yakni tidak menjebak, menipu, atau memasang perangkap terhadap makhluk hidup untuk semata-mata kepentingan manusia.
4.      Prinsip keadilan (the Rule of Restitutive Justice), yakni mengembalikan apa yang telah kita rusak dengan membuat kompensasi.

Beberapa contoh tindakan tindakan yang sesuai dengan etika lingkungan adalah sebagai berikut :
1.      Membuang sampah (misal bungkus permen) pada tempatnya. Jika belum ditemukan tempat sampah, bungkus permen itu hendaknya dimasukkan ke saku terlebih dahulu sebelum di buang pada tempatnya.
2.      Menggunakan air secukupnya. Jika tidak sedang digunakan, matikan keran. Dari keran yang menetes selama semalam, dapat ditampung air sebanyak 5- 10 liter, cukup untuk minum bagi dua orang dalam sehari. Ingat, sesungguhnya air itu tidak hanya untuk manusia, tetapi juga untuk makhluk hidup lainnya.
3.      Hemat energi. Mematikan lampu listrik jika tidak digunakan. Jika kamu memasak air, kecilkan api kompor tersebut segera setelah air mendidih. Menurut hukum fisika, jika air mendidih, suhunya tidak dapat ditingkatkan lagi. Menggunakan api kompor besar ketika air sudah mendidih hanya memboroskan bahan bakar.
4.      Tidak membunuh hewan yang ada di lingkungan, menangkap, atau memeliharanya.
5.      Tidak memetik daun, bunga, ranting, atau menebang pohon tanpa tujuan yang jelas dan bermanfaat
6.      Gemar menanam bunga, merawat tanaman, melakukan penghijauan.
7.      Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan
8.      Mengembalikan hewan atau tumbuhan ke habitat aslinya.
Etika manusia terhadap sesuatu adalah kebiasaan hidup yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lain. Etika berisikan aturan tentang bagaimana manusia harus hidup yang baik sebagai manusia, perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia untuk mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang dianggap baik dan penting. Dengan demikian etika berisi prinsip-prinsip moral yang harus dijadikan pegangan dalam menuntun perilaku.
Etika lingkungan hidup memfokuskan tentang  perilaku manusia terhadap alam serta hubungan antara semua kehidupan alam semesta. Etika lingkungan (etika ekologi) adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Prinsip etika lingkungan adalah: semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang (Rahim, 2013)
Etika lingkungan dapat dikategorikan kedalam etika pelestarian dan etika pemeliharaan.  Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk. Etika lingkungan dapat dibedakan menjadi etika lingkungan dangkal (shallow environmental ethics), etika lingkungan moderat (moderate environmental ethics) dan etika lingkungan dalam (deep environmental ethics). Di sini hanya akan dibicarakan yang pertama dan yang ketiga. Karena yang kedua merupakan peralihan antara yang pertama dan yang kedua. (Rahim, 2013)

2.3      Kesehatan lingkungan dalam perspektif etika lingkungan
Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya realitas hidup manusia yang  sehat, sejahtera dan bahagia (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan).
Ilmu Kesehatan Lingkungan diberi batasan sebagai ilmu yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat dengan segala macam perubahan komponen lingkungan hidup seperti spesies kehidupan, bahan, zat atau kekuatan di sekitar manusia, yang menimbulkan ancaman, atau berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, serta mencari upaya-upaya pencegahan´.(Umar Fahmi Achmadi, 1991)
Bila dikaitkan antara etika lingkungan dan kesehatan lingkungan, maka akan sangat erat sekali hubungannya. Bila kita beretika terhadap lingkungan seperti yang telah diuraikan diatas, misalnya membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air secukupnya, hemat energi dan sebagainya, maka lingkungan kecil disekitar kita juga akan sehat dan baik, bila lingkungan kecil disekitar kita sudah baik dan sehat, maka mendukung lingkungan yang lebih besar akan menjadi baik juga.
Sesuai dengan teori epidemiologi kesehatan, yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi sakit itu terdiri dari 3 hal yang sering disebut dengan trias epidemiologi yaitu host, agent dan environment. Ketiga hal ini sangat berhubungan erat satu sama lain, ada salah satu dari tiga faktor tersebut tidak seimbang (tidak baik), maka akan berpengaruh kepada yang lainnya. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi agent dan host untuk menjadi baik, demikian juga sebaliknya.
Jadi mulai dari diri kita sendiri, ibda’ binafsih! Belajar untuk menghargai lingkungan disekitar kita, mulai dari diri kita, keluarga kita, dan sekitar kita. Mari kita mulai beretika dengan lingkungan kita, bahkan hal ini sudah diajarkan oleh nabi Muhammad saw beberapa abad yang lalu. Banyak sekali hadist-hadist beliau tentang beretika terhadap lingkungan disekitar seperti sabda Nabi Muhammad saw, “Barangsiapa menyingkirkan gangguan dari jalan kaum Muslimin, maka akan dicatat untuknya satu kebaikan, dan siapa saja yang diterima darinya satu kebaikan maka ia akan masuk surga” (HR. Bukhari dan ad-Dhiya al-Muqdisi, dari Ma’qil bin Yasar ra).


Referensi :


Alimah, Nur. 2013.

Artikel Kesehatan Lingkungan dalam  http://www.artikelbagus.com / 2012/04/artikel-kesehatan-lingkungan.html

 


Aryono, Oki, 2013.


Menyingkirkan Gangguan di Jalan (Seri Amalan-amalan Ringan Pembuka Pintu Surga) dalam http://www.ydsf.org/blog/untaian-hikmah/menyingkirkan-gangguan-di-jalan-seri-amalan-amalan-ringan-pembuka-pintu-surga




Rahim, Supli Effendi. 2013.

Jenis Etika Lingkungan dan Prinsip-prinsip pelaksanaannya. Dalam http://suplirahim2013.blogspot.com/2013/03/jenis-etika-lingkungan-dan-prinsip.html

KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM PERSEPTIF ETIKA LINGKUNGAN




BAB I 
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Etika terhadap lingkungan, hampir tidak mendapat perhatian dari berbagai pihak. Setiap ada kata etika, pasti yang dikaitkan adalah hubungan antara manusia dengan manusia, tidak pernah terlintas, bahwa dalam beretika tidak hanya terhadap sesama manusia tetapi juga terhadap bukan yang namanya manusia. sebagian besar manusia saat ini sudah tidak peduli lagi dengan sesama dan lingkungannya karena merasa berkelimpahan. Setelah sejarah panjang inovasi teknologi dan eksploitasi sumberdaya alam, manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain, kekuatan yang dimiliki manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh manusia sendiri lewat kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia pada dasarnya sudah mulai kehilangan orientasi dan harapan hidup
Sonny Keraf, pengamat lingkungan hidup serta mantan menteri lingkungan hidup. Beliau pernah berujar bahwa masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan dengan masalah moral, atau persoalan perilaku manusia.Dengan demikian, krisis ekonomi global yang kita alami dewasa ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global. Karena menjadi krisis moral kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam.
Yang dibutuhkan adalah sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang perorang, tetapi juga lingkungan masyarakat secara keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta. Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita alami saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia keliru memandang dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus pula menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesehatan manusia tidak terlepas dari kondisi kesehatan lingkungan. Alam dan lingkungan disekitar manusia akan memberikan dampak baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kesehatan individu ataupun masyarakat. Oleh karena itu didalam makalah ini penulis tertarik untuk membahas mengenai kesehatan lingkungan dalam perseptif etika lingkungan.

1.2    Tujuan
            Paper ini bertujuan agar pembaca umumnya dan diri pribadi saya pada khususnya mengetahui dan memahami tentang kesehatan lingkungan dari sudut pandang etika lingkungan



 
BAB II
PEMBAHASAN

Untuk mempertahankan eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan kekuatan/nilai lain yang disebut ‘etosfer’, yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral bukan ciptaan manusia, sebab ia melekat pada dirinya, menjadi hakikatnya. Sama seperti bumi bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk dikelola dan pengelolaan itu berjalan dengan baik dan bertanggung jawab sebab ia juga dikaruniai etosfer.
Etika adalah hal yang sering dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan. Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini cenderung langsung menggunakan fenomena-fenomena yang muncul di permukaan dan kemudian mencari penyebabnya kepada aktivitas yang ada di sekitar fenomena tersebut (misalnya: Logging, Pertambangan, Industri dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut digunakanlah bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang dikemukakan tidak relevan.
Pada sisi lain pihak yang dituduh kemudian juga menyodorkan informasi atau data yang bersifat teknis yang menyatakan mereka tidak bersalah, akibatnya konflik yang terjadi semakin panas dan meluas, padahal kalau mereka yang berkonflik memiliki etika yang benar tentang lingkungan hidup maka konflik yang menuju kearah yang meruncing akan dapat dicegah.
Apakah yang menyebabkan etika lingkungan cenderung dilupakan? Pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu keserakahan yang bersifat ekonomi (materialisme), ketidak tahuan bahwa lingkungan perlu untuk kehidupannya dan kehidupan orang lain serta keselarasan terhadap semua kehidupan dan materi yang ada disekitarnya, atau karena telah terjadi transaksi jiwa antara perusak lingkungan dengan Mephistopheles, sehingga yang di kedepankan adalah meraih puncak-puncak nafsu yang ada di bumi dan sekaligus mendapatkan bintang-bintang indah di langit atau surga. Bukankah ini sesuatu yang ironis ?
Lingkungan hidup bukanlah obyek untuk dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, tetapi harus ada suatu kesadaran bahwa antara manusia dan lingkungan terdapat adanya relasi yang kuat dan saling mengikat. Rusaknya lingkungan hidup akan berakibat pada terganggunya kelangsungan hidup manusia. Karena itu setiap kali kita mengeksploitasi sumberdaya mineral dari alam yang diciptakan oleh Tuhan, kita harus memperhitungkan dengan seksama manfaat apa yang akan dihasilkannya bagi kemaslahatan manusia. Dengan demikian pemanfaatan ini tetap dalam tujuan transformasi menjadi manusia yang merdeka, cerdas, dan setara satu dan lainnya.

2.1      TEORI-TEORI ETIKA LINGKUNGAN
           Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia mempunyai  tanggung jawab moral terhadap lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup melampaui status alaminya dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam konteks ekonomi dan bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau memamfaatkan sumber daya alam demikian rupa sehingga kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi bermutu sama seperti sebelumnya. Kegiatan ekonomisnya harus harus memugkinkan pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan yang berbeda.

1)      Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1974, William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang memungkinkan dia untuk hidup dengan baik. Lingkungan yang berkualitas tidak saja merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus direalisasikan karena menjadi hak setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak untuk memakai miliknya guna menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki tanah sendiri, ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka pada taraf praktek masih tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak atas milik pribadi atau hak atas usaha ekonomis harus dibatasi.
Dalam konteks hak dan lingkungan hidup kerap kali diperdebakan lagi pertanyaan apakah kita harus mengakui adanya hak untuk generasi-generasi yang akan datang dan malah binatang atau barangkali malah pohon dan mahluk hidup lainnya? Masalah kontoroversial ini ditanggapi oleh para ahli etika dengan cara yang berbeda. Ada etikawan yang amat yakin tentang adanya hak untuk generasi-generasi yang akan dating dan malah untuk binatang. Etikawan lain menolak dengan tegas hak-hak serupa itu. Istilah hak dipakai dalam arti kiasan saja, bila orang berbicara tentang hak generasi-generasi yang akan dating dan hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya selalu mengandaikan subyek yang rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja, dengan menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas kepada generasi-generasi yang akan dating dan kewajiban untuk memelihara keanekaan hayati. Walaupun sering kewajiban dengan pihak satu sepadan dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi kewajiban kita di sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi sesudah kita dan keanekaan hayati bukan hak-hak mereka.

2)      Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat dipakai juga guna menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab kita untuk melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme bias menunjuk jalan keluar dari beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar atau kalau dengan kata lain kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya sudah jelas, pelestarian lingkungan hidup membawa keadaan paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-generasi yang akan datang. Jika kelompok terbatas misalnya, para pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) mengekploitasi alam dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh untung banyak, hal itu justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan besar bagi banyak orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan, kita akan merugikan semua generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak boleh dibatasi pada keuntungan kelompok kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan  hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Perhitungan cost-benefit pada dasarnya menjalankan suatu pendekatan utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan hidup harus dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan pada orang lain.

3)      Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari juga dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di sini harus dipahami sebagai keadilan distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita lihat, lingkungan hidup pun menyangkut soal kelangkaan dank arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam demikian rupa, sehingga orang lain misalnya generasi-generasi yang akan datang tidak lagi bisa memakai alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan pelbagai cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara, tetapi tidak mustahil tidak ada cara lain lagi untuk mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup.

a.       Persamaan
            Jika bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak sama. Dengan cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan termasuk pemegang saham justru akan maju, tetapi orang kurang mampu akan dirugikan. Dalam studi-studi ekonomi, sudah sering dikemukakan bahwa akibat buruk dalam kerusakan lingkungan hidup terutama dirasakan oleh orang miskin. Hal seperti ini harus dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua orang harus diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk memperlakukan mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan, karena hanya cara memakai sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality), sedangkan cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan, karena membawa penderitaan tambahan khususnya untuk orang kurang mampu.

b.      Prinsip Penghematan Adil
            Dalam rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls pun berbicara tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan dengan keadaan sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang akan datang. Kita akan tidak berlaku adil bila kita mewariskan lingkungan yang rusak kepada generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi mendatang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber energi alternative bagi generasi-generasi sesudah kita, tetapi prinsip penghematan adil lebih mendesak untuk diterapkan pada integritas alam. Kita wajib mewariskan lingkungan hidup yang utuh kepada generasi-generasi mendatang, agar mereka bias hidup pantas seperti kita sekarang ini.

c.       Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan social. Pelaksanaan keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu tertentu. Secara tradisisonal keadilan social hamper selalu dikaitkan dengan kondisi kaum buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan ke-20. Pelaksanaan keadilan di bidang kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku juga dalam konteks lingkungan hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak lagi membuang limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan faunanya hampir tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan itu yang tetap mencemari laut dengan membuang limbahnya.
Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup memang mulai disadari sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di mana-mana ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup. Di beberapa Negara di Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki sebagian program pokok memperjuangkan kualitas lingkungan hidup. Walaupun di bidang lingkungan hidup sebagai masalah keadilan social para individu masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja. Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup barangkali lebih mua terwujud dengan kesadaran atau kerja sama semua individu, ketimbang keadilan social pada taraf perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini tidak begitu tajam. Masalah lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua. Jika ada kesadaran umum, bersama-sama akan dicapai banyak kemajuan. (Alimah, 2013)

2.2      Etika Lingkungan
Etika adalah penilaian terhadap tingkah laku atau perbuatan. Etika bersumber pada kesadaran dan moral seseorang. Etika biasanya tidak tertulis. Namun ada etika yang tertulis, misalnya etika profesi, yang dikenal sebagai kode etik.
Etika lingkungan, pada dasarnya adalah perbuatan apa yang dinilai baik untuk lingkungan dan apa yang tidak tidak baik bagi lingkungan. Etika lingkutan bersumber pada pandangan seseorang tetang lingkungan.
Prinsip-prinsip etika lingkungan mengatur sikap dan tingkah laku manusia dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip tidak merugikan, tidak campur tangan, kesetiaan, dan keadilan.
1.      Prinsip tidak merugikan (the rule of Nonmaleficence), yakni tidak merugikan lingkungan, tidak menghancurkan populasi spesies atau pun komunitas biotic.
2.      Prinsip tidak campur tangan (the rule of noninterference), yakni tidak memberi hambatan kepada kebebasan setiap organisme, yaitu kebebasan mencari makan, tempat tinggal, dan berkembang biak.
3.      Prinsip kesetiaan (The rule of fidelity) yakni tidak menjebak, menipu, atau memasang perangkap terhadap makhluk hidup untuk semata-mata kepentingan manusia.
4.      Prinsip keadilan (the Rule of Restitutive Justice), yakni mengembalikan apa yang telah kita rusak dengan membuat kompensasi.

Beberapa contoh tindakan tindakan yang sesuai dengan etika lingkungan adalah sebagai berikut :
1.      Membuang sampah (misal bungkus permen) pada tempatnya. Jika belum ditemukan tempat sampah, bungkus permen itu hendaknya dimasukkan ke saku terlebih dahulu sebelum di buang pada tempatnya.
2.      Menggunakan air secukupnya. Jika tidak sedang digunakan, matikan keran. Dari keran yang menetes selama semalam, dapat ditampung air sebanyak 5- 10 liter, cukup untuk minum bagi dua orang dalam sehari. Ingat, sesungguhnya air itu tidak hanya untuk manusia, tetapi juga untuk makhluk hidup lainnya.
3.      Hemat energi. Mematikan lampu listrik jika tidak digunakan. Jika kamu memasak air, kecilkan api kompor tersebut segera setelah air mendidih. Menurut hukum fisika, jika air mendidih, suhunya tidak dapat ditingkatkan lagi. Menggunakan api kompor besar ketika air sudah mendidih hanya memboroskan bahan bakar.
4.      Tidak membunuh hewan yang ada di lingkungan, menangkap, atau memeliharanya.
5.      Tidak memetik daun, bunga, ranting, atau menebang pohon tanpa tujuan yang jelas dan bermanfaat
6.      Gemar menanam bunga, merawat tanaman, melakukan penghijauan.
7.      Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan
8.      Mengembalikan hewan atau tumbuhan ke habitat aslinya.
Etika manusia terhadap sesuatu adalah kebiasaan hidup yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lain. Etika berisikan aturan tentang bagaimana manusia harus hidup yang baik sebagai manusia, perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia untuk mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang dianggap baik dan penting. Dengan demikian etika berisi prinsip-prinsip moral yang harus dijadikan pegangan dalam menuntun perilaku.
Etika lingkungan hidup memfokuskan tentang  perilaku manusia terhadap alam serta hubungan antara semua kehidupan alam semesta. Etika lingkungan (etika ekologi) adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Prinsip etika lingkungan adalah: semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang (Rahim, 2013)
Etika lingkungan dapat dikategorikan kedalam etika pelestarian dan etika pemeliharaan.  Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk. Etika lingkungan dapat dibedakan menjadi etika lingkungan dangkal (shallow environmental ethics), etika lingkungan moderat (moderate environmental ethics) dan etika lingkungan dalam (deep environmental ethics). Di sini hanya akan dibicarakan yang pertama dan yang ketiga. Karena yang kedua merupakan peralihan antara yang pertama dan yang kedua. (Rahim, 2013)

2.3      Kesehatan lingkungan dalam perspektif etika lingkungan
Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya realitas hidup manusia yang  sehat, sejahtera dan bahagia (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan).
Ilmu Kesehatan Lingkungan diberi batasan sebagai ilmu yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat dengan segala macam perubahan komponen lingkungan hidup seperti spesies kehidupan, bahan, zat atau kekuatan di sekitar manusia, yang menimbulkan ancaman, atau berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, serta mencari upaya-upaya pencegahan´.(Umar Fahmi Achmadi, 1991)
Bila dikaitkan antara etika lingkungan dan kesehatan lingkungan, maka akan sangat erat sekali hubungannya. Bila kita beretika terhadap lingkungan seperti yang telah diuraikan diatas, misalnya membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air secukupnya, hemat energi dan sebagainya, maka lingkungan kecil disekitar kita juga akan sehat dan baik, bila lingkungan kecil disekitar kita sudah baik dan sehat, maka mendukung lingkungan yang lebih besar akan menjadi baik juga.
Sesuai dengan teori epidemiologi kesehatan, yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi sakit itu terdiri dari 3 hal yang sering disebut dengan trias epidemiologi yaitu host, agent dan environment. Ketiga hal ini sangat berhubungan erat satu sama lain, ada salah satu dari tiga faktor tersebut tidak seimbang (tidak baik), maka akan berpengaruh kepada yang lainnya. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi agent dan host untuk menjadi baik, demikian juga sebaliknya.
Jadi mulai dari diri kita sendiri, ibda’ binafsih! Belajar untuk menghargai lingkungan disekitar kita, mulai dari diri kita, keluarga kita, dan sekitar kita. Mari kita mulai beretika dengan lingkungan kita, bahkan hal ini sudah diajarkan oleh nabi Muhammad saw beberapa abad yang lalu. Banyak sekali hadist-hadist beliau tentang beretika terhadap lingkungan disekitar seperti sabda Nabi Muhammad saw, “Barangsiapa menyingkirkan gangguan dari jalan kaum Muslimin, maka akan dicatat untuknya satu kebaikan, dan siapa saja yang diterima darinya satu kebaikan maka ia akan masuk surga” (HR. Bukhari dan ad-Dhiya al-Muqdisi, dari Ma’qil bin Yasar ra).


Referensi :


Alimah, Nur. 2013.

Artikel Kesehatan Lingkungan dalam  http://www.artikelbagus.com / 2012/04/artikel-kesehatan-lingkungan.html

 


Aryono, Oki, 2013.


Menyingkirkan Gangguan di Jalan (Seri Amalan-amalan Ringan Pembuka Pintu Surga) dalam http://www.ydsf.org/blog/untaian-hikmah/menyingkirkan-gangguan-di-jalan-seri-amalan-amalan-ringan-pembuka-pintu-surga




Rahim, Supli Effendi. 2013.

Jenis Etika Lingkungan dan Prinsip-prinsip pelaksanaannya. Dalam http://suplirahim2013.blogspot.com/2013/03/jenis-etika-lingkungan-dan-prinsip.html

Thursday, April 4, 2013

DIARE


a.      Pengertian Diare

            Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi BAB lebih dari biasanya, (lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 1990).
            Definisi penyakit diare menurut  WHO adalah sebagai berikut  :  
“ Diarrhoea disease is a disease characterized by passage of abnormally loose or waterly stools” (WHO, 1985).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali / hari ) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadicair), dengan / tanpa darah dan / atau lendir (Suraatmaja, 2005)

b.      Jenis Diare
      Diare terbagi atas 4 jenis, yaitu :
1)      Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2)      Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan baerat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi komplikasi pada mukosa.
3)      Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus-menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
4)      Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya. Tatalaksana penderita diare tersebut diatas selain berdasarkan acuan baku tatalaksana diare juga tergantung pada penyakit yang menyertainya (Ilmu Kesehatan Anak, 1990).

c.       Etiologi
       Menurut Suriadi dan Rita Yuliani dalam Asuhan Keperawatan Pada Anak (2001) Etiologi diare dapat di bagi beberapa faktor, yaitu :
1)      Faktor Infeksi
a.          Infeksi lateral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
Infeksi lateral ini meliputi :
-         Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shingella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
-         Infeksi virus : Enteroovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain
-         Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, oxyuris,           Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, giardia lamblia,     Trichomonas Homonis), jamur (Candida Albicans).
b.          Infeksi Parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronchopneumonia, ensefalitis dan sebagainya (keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2)      Faktor Malabsorbsi
a.          Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
b.          Malabsorbsi lemak
c.          Malabsorbsi protein
3)      Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4)      Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan  diare terutama pada anak yang lebih besar
      Penyebab diare pada balita yang terpenting adalah :
1)       Karena peradangan usus, misalnya  : kholera, disentri, bakteri-bakteri lain, virus dsb.
2)       Karena kekurangan gizi misalnya : kelaparan, kekurangan zat putih telur.
3)       Karena keracunan makanan.
4)       Karena tak tahan terhadap makanan tertentu, misalnya : si anak tak tahan meminum susu yang mengandung lemak atau laktosa (FKUI, 1990).

                                                                                                            
d.      Patofisiologi
          Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
1)      Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2)      Gangguan keseimbangan asam – basa (metabolic asidosis)
Metabolic asidosis ini terjadi karena :
a)      Kehilangan Na – bikarbonat bersama tinja
b)      Adanya kitosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna seghingga benda keton tertimbun dalam tubuh
c)      Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
d)      Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena ada tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri/anuri)
e)      Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3)      Hipoglikemia terjadi pada 2 – 3 % dari anak – anak yang menderita diare. Pada anak – anak dengan gizi cukup atau baik, hipoglikemia jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak – anak yang sebelumnya menderita KKP.
Hal ini terjadi karena :
a)      Penyimpanan/ persediaan glikogen dalam hati terganggu
b)      Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi)
4)      Gangguan sirkulasi darah
Sebagai akibat diare dengan disertai muntah, dapat terjadi ganguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolamik.
5)      Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. (Sudaryat Suraatmaja, 2005)


e.       Patogenesis
Makanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1.      Gangguan osmotic
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.
2.      Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya diare pula.
3.   Gangguan motilitas usus.
      Hiperperistaltic akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila pristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya diare pula  (Koplewich, 2005).

f.       Gejala Klinis
          Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin di sertai lendir dan atau darah. Warna tinja semakin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat di absorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat keseimbangan asam-basa dan elektrolit.
          Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik.
          Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM biasanya dirawat penderita dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12½ %. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala-gejalanya yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen dan kadang-kadang sampai soporokomateus). Akibat dehidrasi, diresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada asidosis metabolik, penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (Pernafasan Kussmaul).
          Asidosis metabolik terjadi karena : 1) Kehilangan NaHCO3 melalui tinja,
2) Ketosis kelaparan, 3) Produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (oleh karena oliguria atau anuria), 4) Berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel, 5) Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan tubuh).
          Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/I, dehidrasi isotonik (dehidrasi isonatremia) bila kadar natrium dalam plasma 130 – 150 mEq/I, sedangkan dehidarsi hipertonik (hipernatremia) bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq/I.
          Dari penderita-penderita yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM ditemukan 77,8% dengan dehidrasi isotonik, 12,7% dehidrasi hipertonik dan 9,5% dehidrasi hipotonik. Pada dehidrasi isotonik dan hipotonik penderita tampak tidak begitu haus, sedangkan pada penderita dehidarsi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan neurologis seperti kejang, hiperefleksi dan kesadaran yang menurun, sedangkan turgor dan tonus tidak berapa buruk (FKUI, 1990).

g.      Komplikasi
          Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
1)       Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2)       Renjatan hipovolemik
3)       Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram).
4)       Hipoglikemia
5)       Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6)       Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7)       Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita mengalami kelaparan.
8)       Hiponatremi
9)       Syok hipovolemik
10)   Asidosis (suriadi, 2001).

h.      Pencegahan Diare
          Untuk pelaksanaan upaya pencegahan maka intervensi pencegahan diare yang perlu disebarluaskan adalah :
a)       Promosi ASI
b)      Menghindarkan penggunaan susu botol
c)       Perbaikan makanan penyapihan atau makanan pendamping ASI (MPASI) dari segi gizi maupun hygienenya.
d)      Penggunaan air bersih, peningkatan hygiene perorangan, penggunaan jamban, dan perbaikan lingkungan.
e)       Imunisasi campak.
f)        Berak di kakus, tidak di kali, pantai, sawah atau sembarang tempat.
g)       Cuci tangan sebelum makan, dan sesudah buang air besar.
h)       Minum air dan makanan yang sudah dimasak
i)         Susui anak anda selama mungkin, di samping makanan lainnya sesuai umur.
j)        Bayi yang minum susu botol lebih mudah diserang diare dari pada bayi yang disusui ibunya.
k)      Tetaplah anak disusui walaupun anak menderita diare.

i.        Perawatan Diare
          Diare menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit, mengakibatkan pasien menderita dehidrasi dan jika tidak segera diatasi menyebabkan terjadinya dehidrasi asidosis; bila masih berlanjut akan terjadi asidosis metabolik, gangguan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam keadaan renjatan (syok).
Bila dehidrasi masih ringan / sedang
a)      Berikan minum sebanyak-banyaknya, kira-kira 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi.
b)      Cairan harus mengandung elektrolit ; seperti oralit
c)      Jika anak terus muntah/atau tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan dipasang infuse dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain yang tersedia setempat jika tidak ada RL (atas persetujuan dokter).
d)      1 jam pertama : 50 – 100 ml/kgBB per oral/intragrastik (sonde)
e)      Selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari ad libitum

Dehidrasi Berat
a)      Pada dehidrasi berat selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat,   selanjutnya secara rumat.
b)      Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer, atau sudah berubah konstitensinya.
c)      Berikan minum teh/oralit 1-2 sendok setiap jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.
d)      Jika rehidrasi telah terjadi, infuse dihentikan, pasien diberi makan lunak secara realimentasi ( Ngastiyah 2005).

Kebutuhan Nutrisi
Untuk mencegah kurangnya masukan nutrisi dan membantu menaikkan daya tahan tubuh, pasien diare harus segera diberi makanan setelah dehidrasi teratasi dan makanan harus mengandung cukup kalori, protein, mineral dan vitamin tetapi tidak lagi menimbulkan diare kembali (World Health Organization, 1980). Bayi yang masih minum ASI selama diare walaupun bayi tersebut dirawat dan dipasang infus setelah keadaan tidak terlalu lemah, ASI harus diberikan terus.
Pada umumnya anak diatas 1 tahun dan sudah makan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada hari-hari masih diare (boleh bubur pakai kecap dengan telur asin jika bukan karena telur anak diare) dan minum teh. Hari esoknya jika defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak. Jika anak tidak dapat meninggalkan susu boleh diberi tetapi diencerkan dahulu misalnya hari pertama 1/3, hari kedua (2/3) dan jika defekasi tetap baik boleh penuh pada hari berikutnya.

Resiko Terjadi Komplikasi
Komplikasi pada pasien diare yang paling sering ialah dehidrasi asidosis. Tetapi komplikasi dapat juga terjadi sebagai akibat tindakan pengobatan seperti:
1)   Infeksi pada bagian yang dipasang infus atau terjadi hematoma, flebitis.
2)   kelebihan cairan ; terutama pada bayi; yang kecil (neonatus, prematur)gejala kelebihan cairan; mula – mula terlihat sembab, mengkilap pada kelopak  mata bay, kemudian bengkak seluruh wajah. Jika berlanjut menyebabkan edema paru dan terjadi sesak napas bila edema sampai pada otak akan menyebabkan pasien kejang. Oleh karena itu, setiap pasien mendapatkan infus terutama bayi, tetesannya harus selalu dikontrol denagan benar. Kelebihan cairan juga dapat terjadi jika setelah dehidrasi seharusnya tetesan sudah dikurangi tetapi belum dilakukan, dalam sekian jam akan terjadi kelebihan cairan. Sebaiknya bila tetesan macet tidak segera dibetulkan atau tetesannya kurang dari semestinya rehidrasi tidak segera tercapai yang berarti memperpanjang penderitaan pasien:
3)   kejang – kejang pada pasien yang diare bila bukan karena kebanyakan cairan dapat karena hipoglikemia. Karena itu bila ada kejang pada pasien diperiksa gula darahnya dan tindakan selanjutnya setelah ada instruksi dokter.
4)   komplikasi lain bila diare menjadi kronis dapat menyebabkan pasien menderita malnutrisi energi protein. Oleh karena itu, pasien diare harus diobati sesuai dengan penyebabnya untuk mencegah berulanya diare.   
6)      Apabila terjadi komplikasi pada kulit akibat seringnya berak-berak dan adanya asam laktat dalam tinja dapat menyebabkan iritasi dan lecet pada anus dan sekitarnya. Maka untuk menjaga agar tidak lecet pada kulit, setiap habis buang air besar bersihkan dengan kapas yang dibasahi dengan air hangat/minyak kelapa tetapi jangan diberi bedak lagi karena akan lengket

Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Penyebab diare telah dikemukakan lebih dahulu baik karena infeksi enteral maupun parenteral serta faktor lain. Tetapi mengingat ada beberapa faktor resiko yang ikut berperan dalam timbulnya diare yang kebanyakan karena kurangnya pengetahuan orang tua maka penyuluhan perlu diberikan. Hal-hal tersebut adalah : hyegiene yang kurang, baik perorangan maupun lingkungan, pola pemberian makanan, sosial ekonomi dan sosial budaya.
            Mengingat bahwa penularan penyakit ini melalui “4F” (finger, feces, food, dan fly) maka penyuluhan yang penting adalah :
1)      Kebersihan perorangan pada anak. Mencuci tangan sebelum makan setiap habis bermain, memakai alas kaki jika bermain di tanah.
2)      Membiasakan anak membuang air di jamban dan jamban harus selalu bersih agar tidak ada lalat.
3)      Kebersihan lingkungan untuk menghindarkan adanya lalat.
4)      Makanan harus selalu tertutup (jika di atas meja)
5)      Kepada anak yang sudah dapat membeli makanan sendiri agar di ajarkan untuk tidak membeli makanan yang dijajakan terbuka.
6)      Air minum harus selalu dimasak. Bila sedang terjangkit penyakit diare selain selain harus yang bersih perlu dimasak mendidih lebih lama.

Gangguan rasa aman dan nyaman.
            Pasien yang menderita diare akan meraskan gangguan rasa aman dan nyaman. Karena sering buang air sehingga melelahkan; apabila pada pasien kolera yang defekasinya terus menerus disertai muntah. Untuk mengurangi kelelahan pasien tersebut sebaiknya dirawat diatas eltor bed, yaitu tempat tidur dari terpal yang dilubangi di tengahnya dan di bawahnya ditempatkan ember penampung kotoran. Di dalam ember tersebut diisi dengan desinfeksi. Selain kelelahan juga adanya rasa tak enak di perut serta kurang istirahat karena sering buang air besar  (Ngastiyah , 2005.)