Nama Driver | Kategori Driver | Link Download |
Conexant Audio Driver | Audio | Download |
Atheros Wireless LAN Driver | Wifi | Download |
Realtek Wireless LAN Driver | Wifi | Download |
ATI Radeon HD6290 Driver | VGA | Download |
Synaptics TouchPad Driver | Touchpad | Download |
Realtek Card Reader Driver | MMC | Download |
Atheros LAN Driver | LAN | Download |
Bluetooth Broadcom Driver | Utilities | Download |
Bluetooth Atheros Driver | Utilities | Download |
Webcam Aplikasi | Utilities | Download |
ePower management application | Utilities | Download |
Launch Management Application | Utilities | Download |
Bios | Bios | Download |
Saturday, April 6, 2013
driver notebook acer one 722 windows 7
Driver Acer Aspire One AO722 Windows 7 32bit / x86
Labels:
PPSKM
KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM PERSEPTIF ETIKA LINGKUNGAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika terhadap lingkungan,
hampir tidak mendapat perhatian dari berbagai pihak. Setiap ada kata etika,
pasti yang dikaitkan adalah hubungan antara manusia dengan manusia, tidak
pernah terlintas, bahwa dalam beretika tidak hanya terhadap sesama manusia
tetapi juga terhadap bukan yang namanya manusia. sebagian besar manusia saat
ini sudah tidak peduli lagi dengan sesama dan lingkungannya karena merasa
berkelimpahan. Setelah sejarah panjang inovasi teknologi dan eksploitasi
sumberdaya alam, manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain,
kekuatan yang dimiliki manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh
manusia sendiri lewat kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia
pada dasarnya sudah mulai kehilangan orientasi dan harapan hidup
Sonny Keraf, pengamat lingkungan
hidup serta mantan menteri lingkungan hidup. Beliau pernah berujar bahwa
masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan dengan masalah moral, atau persoalan
perilaku manusia.Dengan demikian, krisis ekonomi global yang kita alami dewasa
ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global.
Karena menjadi krisis moral kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Krisis
lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara
pandang dan perilaku manusia terhadap alam.
Yang dibutuhkan adalah sebuah
pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang perorang,
tetapi juga lingkungan masyarakat secara keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika
lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta. Dengan
ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita alami saat ini
sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia
mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia
keliru memandang dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta
seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana lingkungan hidup yang kita alami
sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus pula menyangkut pembenahan cara
pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan
manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesehatan manusia tidak
terlepas dari kondisi kesehatan lingkungan. Alam dan lingkungan disekitar
manusia akan memberikan dampak baik secara langsung ataupun tidak langsung
terhadap kesehatan individu ataupun masyarakat. Oleh karena itu didalam makalah
ini penulis tertarik untuk membahas mengenai kesehatan lingkungan dalam
perseptif etika lingkungan.
1.2 Tujuan
Paper
ini bertujuan agar pembaca umumnya dan diri pribadi saya pada khususnya
mengetahui dan memahami tentang kesehatan lingkungan dari sudut pandang etika
lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mempertahankan
eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan kekuatan/nilai lain yang disebut
‘etosfer’, yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral bukan ciptaan
manusia, sebab ia melekat pada dirinya, menjadi hakikatnya. Sama seperti bumi
bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk dikelola dan pengelolaan itu
berjalan dengan baik dan bertanggung jawab sebab ia juga dikaruniai etosfer.
Etika adalah hal yang sering
dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan. Pada umumnya pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik ini cenderung langsung menggunakan fenomena-fenomena
yang muncul di permukaan dan kemudian mencari penyebabnya kepada aktivitas yang
ada di sekitar fenomena tersebut (misalnya: Logging, Pertambangan, Industri
dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut digunakanlah
bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang
dikemukakan tidak relevan.
Pada sisi lain pihak yang
dituduh kemudian juga menyodorkan informasi atau data yang bersifat teknis yang
menyatakan mereka tidak bersalah, akibatnya konflik yang terjadi semakin panas
dan meluas, padahal kalau mereka yang berkonflik memiliki etika yang benar
tentang lingkungan hidup maka konflik yang menuju kearah yang meruncing akan
dapat dicegah.
Apakah yang menyebabkan etika
lingkungan cenderung dilupakan? Pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu
keserakahan yang bersifat ekonomi (materialisme), ketidak tahuan bahwa
lingkungan perlu untuk kehidupannya dan kehidupan orang lain serta keselarasan
terhadap semua kehidupan dan materi yang ada disekitarnya, atau karena telah
terjadi transaksi jiwa antara perusak lingkungan dengan Mephistopheles,
sehingga yang di kedepankan adalah meraih puncak-puncak nafsu yang ada di bumi
dan sekaligus mendapatkan bintang-bintang indah di langit atau surga. Bukankah
ini sesuatu yang ironis ?
Lingkungan hidup bukanlah
obyek untuk dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, tetapi harus ada
suatu kesadaran bahwa antara manusia dan lingkungan terdapat adanya relasi yang
kuat dan saling mengikat. Rusaknya lingkungan hidup akan berakibat pada
terganggunya kelangsungan hidup manusia. Karena itu setiap kali kita
mengeksploitasi sumberdaya mineral dari alam yang diciptakan oleh Tuhan, kita
harus memperhitungkan dengan seksama manfaat apa yang akan dihasilkannya bagi
kemaslahatan manusia. Dengan demikian pemanfaatan ini tetap dalam tujuan
transformasi menjadi manusia yang merdeka, cerdas, dan setara satu dan lainnya.
2.1
TEORI-TEORI ETIKA LINGKUNGAN
Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia mempunyai
tanggung jawab moral terhadap
lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap
sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup melampaui status alaminya
dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam konteks ekonomi dan
bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau memamfaatkan sumber daya alam
demikian rupa sehingga kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi bermutu sama
seperti sebelumnya. Kegiatan ekonomisnya harus harus memugkinkan pembangunan
berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia
itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan
yang berbeda.
1)
Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal
yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1974, William T. Blackstone
mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang
memungkinkan dia untuk hidup dengan baik. Lingkungan yang berkualitas tidak
saja merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus
direalisasikan karena menjadi hak setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar
bebas, setiap orang berhak untuk memakai miliknya guna menghasilkan keuntungan.
Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja mengalahkan hak seseorang
untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki tanah sendiri, ia
tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari
lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak
atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka pada taraf praktek masih
tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak atas milik
pribadi atau hak atas usaha ekonomis harus dibatasi.
Dalam konteks hak dan
lingkungan hidup kerap kali diperdebakan lagi pertanyaan apakah kita harus
mengakui adanya hak untuk generasi-generasi yang akan datang dan malah binatang
atau barangkali malah pohon dan mahluk hidup lainnya? Masalah kontoroversial
ini ditanggapi oleh para ahli etika dengan cara yang berbeda. Ada etikawan yang
amat yakin tentang adanya hak untuk generasi-generasi yang akan dating dan
malah untuk binatang. Etikawan lain menolak dengan tegas hak-hak serupa itu.
Istilah hak dipakai dalam arti kiasan saja, bila orang berbicara tentang hak
generasi-generasi yang akan dating dan hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya
selalu mengandaikan subyek yang rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup.
Hanya saja, dengan menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya
hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan
hidup berkualitas kepada generasi-generasi yang akan dating dan kewajiban untuk
memelihara keanekaan hayati. Walaupun sering kewajiban dengan pihak satu
sepadan dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi
kewajiban kita di sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi
sesudah kita dan keanekaan hayati bukan hak-hak mereka.
2)
Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat
dipakai juga guna menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab kita untuk
melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme bias menunjuk jalan keluar
dari beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh pandangan hak.
Menurut utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, kalau membawa kesenangan
paling besar atau kalau dengan kata lain kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya
sudah jelas, pelestarian lingkungan hidup membawa keadaan paling menguntungkan
untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-generasi yang akan datang.
Jika kelompok terbatas misalnya, para pemegang hak pengusahaan hutan (HPH)
mengekploitasi alam dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh untung
banyak, hal itu justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan
besar bagi banyak orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan,
kita akan merugikan semua generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak
boleh dibatasi pada keuntungan kelompok kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme,
sudah menjadi jelas bahwa lingkungan
hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas
ekonomis. Perhitungan cost-benefit pada dasarnya menjalankan suatu pendekatan
utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan hidup harus
dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam
biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan
lingkungan dibebankan pada orang lain.
3)
Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab
untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari juga dalam tuntutan etis
untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di sini harus dipahami
sebagai keadilan distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk
membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita lihat, lingkungan hidup pun
menyangkut soal kelangkaan dank arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu
dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam demikian rupa, sehingga
orang lain misalnya generasi-generasi yang akan datang tidak lagi bisa memakai
alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan
dengan pelbagai cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara, tetapi tidak
mustahil tidak ada cara lain lagi untuk mengaitkan keadilan dengan masalah
lingkungan hidup.
a. Persamaan
Jika
bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak sama.
Dengan cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan termasuk pemegang
saham justru akan maju, tetapi orang kurang mampu akan dirugikan. Dalam
studi-studi ekonomi, sudah sering dikemukakan bahwa akibat buruk dalam kerusakan
lingkungan hidup terutama dirasakan oleh orang miskin. Hal seperti ini harus
dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua orang harus
diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk memperlakukan
mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan, karena hanya
cara memakai sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality), sedangkan
cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan,
karena membawa penderitaan tambahan khususnya untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Dalam
rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls pun berbicara
tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan dengan keadaan
sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang akan datang. Kita akan tidak
berlaku adil bila kita mewariskan lingkungan yang rusak kepada
generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus menghemat dalam memakai
sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi mendatang. Keadilan
hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber energi alternative bagi
generasi-generasi sesudah kita, tetapi prinsip penghematan adil lebih mendesak
untuk diterapkan pada integritas alam. Kita wajib mewariskan lingkungan hidup
yang utuh kepada generasi-generasi mendatang, agar mereka bias hidup pantas
seperti kita sekarang ini.
c. Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat
disoroti juga dari sudut keadilan social. Pelaksanaan keadilan individual
semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu tertentu.
Secara tradisisonal keadilan social hamper selalu dikaitkan dengan kondisi kaum
buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan ke-20. Pelaksanaan keadilan di
bidang kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang
sejenis berlaku juga dalam konteks lingkungan hidup. Jika di Eropa satu
perusahaan memutuskan untuk tidak lagi membuang limbah industrinya ke dalam
laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan faunanya hampir tidak
terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan itu yang tetap
mencemari laut dengan membuang limbahnya.
Kini sudah tampak beberapa
gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup memang mulai disadari
sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di mana-mana ada
Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup. Di beberapa
Negara di Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki sebagian program
pokok memperjuangkan kualitas lingkungan hidup. Walaupun di bidang lingkungan
hidup sebagai masalah keadilan social para individu masing-masing tidak
berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja.
Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup barangkali lebih mua terwujud
dengan kesadaran atau kerja sama semua individu, ketimbang keadilan social pada
taraf perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini
tidak begitu tajam. Masalah lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua.
Jika ada kesadaran umum, bersama-sama akan dicapai banyak kemajuan. (Alimah,
2013)
2.2
Etika Lingkungan
Etika adalah penilaian
terhadap tingkah laku atau perbuatan. Etika bersumber pada kesadaran dan moral
seseorang. Etika biasanya tidak tertulis. Namun ada etika yang tertulis,
misalnya etika profesi, yang dikenal sebagai kode etik.
Etika lingkungan, pada
dasarnya adalah perbuatan apa yang dinilai baik untuk lingkungan dan apa yang
tidak tidak baik bagi lingkungan. Etika lingkutan bersumber pada pandangan
seseorang tetang lingkungan.
Prinsip-prinsip etika
lingkungan mengatur sikap dan tingkah laku manusia dengan lingkungannya.
Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip tidak merugikan, tidak campur tangan,
kesetiaan, dan keadilan.
1. Prinsip tidak merugikan (the rule of
Nonmaleficence), yakni tidak merugikan lingkungan, tidak menghancurkan populasi
spesies atau pun komunitas biotic.
2. Prinsip tidak campur tangan (the rule of
noninterference), yakni tidak memberi hambatan kepada kebebasan setiap
organisme, yaitu kebebasan mencari makan, tempat tinggal, dan berkembang biak.
3. Prinsip kesetiaan (The rule of fidelity)
yakni tidak menjebak, menipu, atau memasang perangkap terhadap makhluk hidup
untuk semata-mata kepentingan manusia.
4. Prinsip keadilan (the Rule of Restitutive
Justice), yakni mengembalikan apa yang telah kita rusak dengan membuat
kompensasi.
Beberapa contoh tindakan tindakan yang sesuai
dengan etika lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Membuang sampah (misal bungkus permen)
pada tempatnya. Jika belum ditemukan tempat sampah, bungkus permen itu
hendaknya dimasukkan ke saku terlebih dahulu sebelum di buang pada tempatnya.
2. Menggunakan air secukupnya. Jika tidak
sedang digunakan, matikan keran. Dari keran yang menetes selama semalam, dapat
ditampung air sebanyak 5- 10 liter, cukup untuk minum bagi dua orang dalam
sehari. Ingat, sesungguhnya air itu tidak hanya untuk manusia, tetapi juga
untuk makhluk hidup lainnya.
3. Hemat energi. Mematikan lampu listrik jika
tidak digunakan. Jika kamu memasak air, kecilkan api kompor tersebut segera
setelah air mendidih. Menurut hukum fisika, jika air mendidih, suhunya tidak
dapat ditingkatkan lagi. Menggunakan api kompor besar ketika air sudah mendidih
hanya memboroskan bahan bakar.
4. Tidak membunuh hewan yang ada di
lingkungan, menangkap, atau memeliharanya.
5. Tidak memetik daun, bunga, ranting, atau
menebang pohon tanpa tujuan yang jelas dan bermanfaat
6. Gemar menanam bunga, merawat tanaman,
melakukan penghijauan.
7. Mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan
8. Mengembalikan hewan atau tumbuhan ke
habitat aslinya.
Etika manusia terhadap sesuatu
adalah kebiasaan hidup yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
lain. Etika berisikan aturan tentang bagaimana manusia harus hidup yang baik
sebagai manusia, perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia
untuk mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang
dianggap baik dan penting. Dengan demikian etika berisi prinsip-prinsip moral
yang harus dijadikan pegangan dalam menuntun perilaku.
Etika lingkungan hidup
memfokuskan tentang perilaku manusia terhadap alam serta hubungan antara
semua kehidupan alam semesta. Etika lingkungan (etika ekologi) adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan
sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur
mempunyai arti dan makna yang sama. Prinsip etika lingkungan adalah: semua
bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk
menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk
berkembang (Rahim, 2013)
Etika lingkungan dapat
dikategorikan kedalam etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika
pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam
untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk
mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk. Etika
lingkungan dapat dibedakan menjadi etika lingkungan dangkal (shallow
environmental ethics), etika lingkungan moderat (moderate environmental ethics)
dan etika lingkungan dalam (deep environmental ethics). Di sini hanya akan dibicarakan
yang pertama dan yang ketiga. Karena yang kedua merupakan peralihan antara yang
pertama dan yang kedua. (Rahim, 2013)
2.3
Kesehatan lingkungan dalam perspektif
etika lingkungan
Kesehatan
lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya
realitas hidup manusia yang sehat, sejahtera
dan bahagia (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan).
Ilmu Kesehatan
Lingkungan diberi batasan sebagai ilmu yang mempelajari dinamika hubungan
interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat dengan segala macam
perubahan komponen lingkungan hidup seperti spesies kehidupan, bahan, zat atau
kekuatan di sekitar manusia, yang menimbulkan ancaman, atau berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, serta mencari upaya-upaya
pencegahan´.(Umar Fahmi Achmadi, 1991)
Bila dikaitkan
antara etika lingkungan dan kesehatan lingkungan, maka akan sangat erat sekali
hubungannya. Bila kita beretika terhadap lingkungan seperti yang telah
diuraikan diatas, misalnya membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air
secukupnya, hemat energi dan sebagainya, maka lingkungan kecil disekitar kita
juga akan sehat dan baik, bila lingkungan kecil disekitar kita sudah baik dan
sehat, maka mendukung lingkungan yang lebih besar akan menjadi baik juga.
Sesuai dengan
teori epidemiologi kesehatan, yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi sakit
itu terdiri dari 3 hal yang sering disebut dengan trias epidemiologi yaitu
host, agent dan environment. Ketiga hal ini sangat berhubungan erat satu sama
lain, ada salah satu dari tiga faktor tersebut tidak seimbang (tidak baik),
maka akan berpengaruh kepada yang lainnya. Lingkungan yang baik akan
mempengaruhi agent dan host untuk menjadi baik, demikian juga sebaliknya.
Jadi mulai dari
diri kita sendiri, ibda’ binafsih! Belajar
untuk menghargai lingkungan disekitar kita, mulai dari diri kita, keluarga
kita, dan sekitar kita. Mari kita mulai beretika dengan lingkungan kita, bahkan
hal ini sudah diajarkan oleh nabi Muhammad
saw beberapa abad yang lalu. Banyak sekali hadist-hadist beliau tentang
beretika terhadap lingkungan disekitar seperti sabda Nabi Muhammad saw, “Barangsiapa menyingkirkan gangguan dari
jalan kaum Muslimin, maka akan dicatat untuknya satu kebaikan, dan siapa saja
yang diterima darinya satu kebaikan maka ia akan masuk surga” (HR. Bukhari dan
ad-Dhiya al-Muqdisi, dari Ma’qil bin Yasar ra).
Referensi :
Alimah, Nur. 2013.
Artikel Kesehatan Lingkungan dalam http://www.artikelbagus.com / 2012/04/artikel-kesehatan-lingkungan.html
Aryono, Oki, 2013.
Menyingkirkan Gangguan di Jalan (Seri Amalan-amalan Ringan Pembuka Pintu Surga) dalam http://www.ydsf.org/blog/untaian-hikmah/menyingkirkan-gangguan-di-jalan-seri-amalan-amalan-ringan-pembuka-pintu-surga
Rahim, Supli Effendi. 2013.
Jenis Etika Lingkungan dan Prinsip-prinsip
pelaksanaannya. Dalam
http://suplirahim2013.blogspot.com/2013/03/jenis-etika-lingkungan-dan-prinsip.html
KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM PERSEPTIF ETIKA LINGKUNGAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika terhadap lingkungan,
hampir tidak mendapat perhatian dari berbagai pihak. Setiap ada kata etika,
pasti yang dikaitkan adalah hubungan antara manusia dengan manusia, tidak
pernah terlintas, bahwa dalam beretika tidak hanya terhadap sesama manusia
tetapi juga terhadap bukan yang namanya manusia. sebagian besar manusia saat
ini sudah tidak peduli lagi dengan sesama dan lingkungannya karena merasa
berkelimpahan. Setelah sejarah panjang inovasi teknologi dan eksploitasi
sumberdaya alam, manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain,
kekuatan yang dimiliki manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh
manusia sendiri lewat kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia
pada dasarnya sudah mulai kehilangan orientasi dan harapan hidup
Sonny Keraf, pengamat lingkungan
hidup serta mantan menteri lingkungan hidup. Beliau pernah berujar bahwa
masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan dengan masalah moral, atau persoalan
perilaku manusia.Dengan demikian, krisis ekonomi global yang kita alami dewasa
ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global.
Karena menjadi krisis moral kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Krisis
lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara
pandang dan perilaku manusia terhadap alam.
Yang dibutuhkan adalah sebuah
pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang perorang,
tetapi juga lingkungan masyarakat secara keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika
lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta. Dengan
ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita alami saat ini
sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia
mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia
keliru memandang dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta
seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana lingkungan hidup yang kita alami
sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus pula menyangkut pembenahan cara
pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan
manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesehatan manusia tidak
terlepas dari kondisi kesehatan lingkungan. Alam dan lingkungan disekitar
manusia akan memberikan dampak baik secara langsung ataupun tidak langsung
terhadap kesehatan individu ataupun masyarakat. Oleh karena itu didalam makalah
ini penulis tertarik untuk membahas mengenai kesehatan lingkungan dalam
perseptif etika lingkungan.
1.2 Tujuan
Paper
ini bertujuan agar pembaca umumnya dan diri pribadi saya pada khususnya
mengetahui dan memahami tentang kesehatan lingkungan dari sudut pandang etika
lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mempertahankan
eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan kekuatan/nilai lain yang disebut
‘etosfer’, yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral bukan ciptaan
manusia, sebab ia melekat pada dirinya, menjadi hakikatnya. Sama seperti bumi
bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk dikelola dan pengelolaan itu
berjalan dengan baik dan bertanggung jawab sebab ia juga dikaruniai etosfer.
Etika adalah hal yang sering
dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan. Pada umumnya pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik ini cenderung langsung menggunakan fenomena-fenomena
yang muncul di permukaan dan kemudian mencari penyebabnya kepada aktivitas yang
ada di sekitar fenomena tersebut (misalnya: Logging, Pertambangan, Industri
dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut digunakanlah
bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang
dikemukakan tidak relevan.
Pada sisi lain pihak yang
dituduh kemudian juga menyodorkan informasi atau data yang bersifat teknis yang
menyatakan mereka tidak bersalah, akibatnya konflik yang terjadi semakin panas
dan meluas, padahal kalau mereka yang berkonflik memiliki etika yang benar
tentang lingkungan hidup maka konflik yang menuju kearah yang meruncing akan
dapat dicegah.
Apakah yang menyebabkan etika
lingkungan cenderung dilupakan? Pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu
keserakahan yang bersifat ekonomi (materialisme), ketidak tahuan bahwa
lingkungan perlu untuk kehidupannya dan kehidupan orang lain serta keselarasan
terhadap semua kehidupan dan materi yang ada disekitarnya, atau karena telah
terjadi transaksi jiwa antara perusak lingkungan dengan Mephistopheles,
sehingga yang di kedepankan adalah meraih puncak-puncak nafsu yang ada di bumi
dan sekaligus mendapatkan bintang-bintang indah di langit atau surga. Bukankah
ini sesuatu yang ironis ?
Lingkungan hidup bukanlah
obyek untuk dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, tetapi harus ada
suatu kesadaran bahwa antara manusia dan lingkungan terdapat adanya relasi yang
kuat dan saling mengikat. Rusaknya lingkungan hidup akan berakibat pada
terganggunya kelangsungan hidup manusia. Karena itu setiap kali kita
mengeksploitasi sumberdaya mineral dari alam yang diciptakan oleh Tuhan, kita
harus memperhitungkan dengan seksama manfaat apa yang akan dihasilkannya bagi
kemaslahatan manusia. Dengan demikian pemanfaatan ini tetap dalam tujuan
transformasi menjadi manusia yang merdeka, cerdas, dan setara satu dan lainnya.
2.1
TEORI-TEORI ETIKA LINGKUNGAN
Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia mempunyai
tanggung jawab moral terhadap
lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap
sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup melampaui status alaminya
dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam konteks ekonomi dan
bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau memamfaatkan sumber daya alam
demikian rupa sehingga kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi bermutu sama
seperti sebelumnya. Kegiatan ekonomisnya harus harus memugkinkan pembangunan
berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia
itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan
yang berbeda.
1)
Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal
yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1974, William T. Blackstone
mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang
memungkinkan dia untuk hidup dengan baik. Lingkungan yang berkualitas tidak
saja merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus
direalisasikan karena menjadi hak setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar
bebas, setiap orang berhak untuk memakai miliknya guna menghasilkan keuntungan.
Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja mengalahkan hak seseorang
untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki tanah sendiri, ia
tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari
lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak
atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka pada taraf praktek masih
tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak atas milik
pribadi atau hak atas usaha ekonomis harus dibatasi.
Dalam konteks hak dan
lingkungan hidup kerap kali diperdebakan lagi pertanyaan apakah kita harus
mengakui adanya hak untuk generasi-generasi yang akan datang dan malah binatang
atau barangkali malah pohon dan mahluk hidup lainnya? Masalah kontoroversial
ini ditanggapi oleh para ahli etika dengan cara yang berbeda. Ada etikawan yang
amat yakin tentang adanya hak untuk generasi-generasi yang akan dating dan
malah untuk binatang. Etikawan lain menolak dengan tegas hak-hak serupa itu.
Istilah hak dipakai dalam arti kiasan saja, bila orang berbicara tentang hak
generasi-generasi yang akan dating dan hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya
selalu mengandaikan subyek yang rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup.
Hanya saja, dengan menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya
hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan
hidup berkualitas kepada generasi-generasi yang akan dating dan kewajiban untuk
memelihara keanekaan hayati. Walaupun sering kewajiban dengan pihak satu
sepadan dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi
kewajiban kita di sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi
sesudah kita dan keanekaan hayati bukan hak-hak mereka.
2)
Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat
dipakai juga guna menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab kita untuk
melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme bias menunjuk jalan keluar
dari beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh pandangan hak.
Menurut utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, kalau membawa kesenangan
paling besar atau kalau dengan kata lain kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya
sudah jelas, pelestarian lingkungan hidup membawa keadaan paling menguntungkan
untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-generasi yang akan datang.
Jika kelompok terbatas misalnya, para pemegang hak pengusahaan hutan (HPH)
mengekploitasi alam dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh untung
banyak, hal itu justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan
besar bagi banyak orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan,
kita akan merugikan semua generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak
boleh dibatasi pada keuntungan kelompok kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme,
sudah menjadi jelas bahwa lingkungan
hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas
ekonomis. Perhitungan cost-benefit pada dasarnya menjalankan suatu pendekatan
utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan hidup harus
dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam
biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan
lingkungan dibebankan pada orang lain.
3)
Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab
untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari juga dalam tuntutan etis
untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di sini harus dipahami
sebagai keadilan distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk
membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita lihat, lingkungan hidup pun
menyangkut soal kelangkaan dank arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu
dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam demikian rupa, sehingga
orang lain misalnya generasi-generasi yang akan datang tidak lagi bisa memakai
alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan
dengan pelbagai cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara, tetapi tidak
mustahil tidak ada cara lain lagi untuk mengaitkan keadilan dengan masalah
lingkungan hidup.
a. Persamaan
Jika
bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak sama.
Dengan cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan termasuk pemegang
saham justru akan maju, tetapi orang kurang mampu akan dirugikan. Dalam
studi-studi ekonomi, sudah sering dikemukakan bahwa akibat buruk dalam kerusakan
lingkungan hidup terutama dirasakan oleh orang miskin. Hal seperti ini harus
dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua orang harus
diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk memperlakukan
mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan, karena hanya
cara memakai sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality), sedangkan
cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan,
karena membawa penderitaan tambahan khususnya untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Dalam
rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls pun berbicara
tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan dengan keadaan
sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang akan datang. Kita akan tidak
berlaku adil bila kita mewariskan lingkungan yang rusak kepada
generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus menghemat dalam memakai
sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi mendatang. Keadilan
hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber energi alternative bagi
generasi-generasi sesudah kita, tetapi prinsip penghematan adil lebih mendesak
untuk diterapkan pada integritas alam. Kita wajib mewariskan lingkungan hidup
yang utuh kepada generasi-generasi mendatang, agar mereka bias hidup pantas
seperti kita sekarang ini.
c. Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat
disoroti juga dari sudut keadilan social. Pelaksanaan keadilan individual
semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu tertentu.
Secara tradisisonal keadilan social hamper selalu dikaitkan dengan kondisi kaum
buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan ke-20. Pelaksanaan keadilan di
bidang kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang
sejenis berlaku juga dalam konteks lingkungan hidup. Jika di Eropa satu
perusahaan memutuskan untuk tidak lagi membuang limbah industrinya ke dalam
laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan faunanya hampir tidak
terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan itu yang tetap
mencemari laut dengan membuang limbahnya.
Kini sudah tampak beberapa
gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup memang mulai disadari
sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di mana-mana ada
Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup. Di beberapa
Negara di Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki sebagian program
pokok memperjuangkan kualitas lingkungan hidup. Walaupun di bidang lingkungan
hidup sebagai masalah keadilan social para individu masing-masing tidak
berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja.
Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup barangkali lebih mua terwujud
dengan kesadaran atau kerja sama semua individu, ketimbang keadilan social pada
taraf perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini
tidak begitu tajam. Masalah lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua.
Jika ada kesadaran umum, bersama-sama akan dicapai banyak kemajuan. (Alimah,
2013)
2.2
Etika Lingkungan
Etika adalah penilaian
terhadap tingkah laku atau perbuatan. Etika bersumber pada kesadaran dan moral
seseorang. Etika biasanya tidak tertulis. Namun ada etika yang tertulis,
misalnya etika profesi, yang dikenal sebagai kode etik.
Etika lingkungan, pada
dasarnya adalah perbuatan apa yang dinilai baik untuk lingkungan dan apa yang
tidak tidak baik bagi lingkungan. Etika lingkutan bersumber pada pandangan
seseorang tetang lingkungan.
Prinsip-prinsip etika
lingkungan mengatur sikap dan tingkah laku manusia dengan lingkungannya.
Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip tidak merugikan, tidak campur tangan,
kesetiaan, dan keadilan.
1. Prinsip tidak merugikan (the rule of
Nonmaleficence), yakni tidak merugikan lingkungan, tidak menghancurkan populasi
spesies atau pun komunitas biotic.
2. Prinsip tidak campur tangan (the rule of
noninterference), yakni tidak memberi hambatan kepada kebebasan setiap
organisme, yaitu kebebasan mencari makan, tempat tinggal, dan berkembang biak.
3. Prinsip kesetiaan (The rule of fidelity)
yakni tidak menjebak, menipu, atau memasang perangkap terhadap makhluk hidup
untuk semata-mata kepentingan manusia.
4. Prinsip keadilan (the Rule of Restitutive
Justice), yakni mengembalikan apa yang telah kita rusak dengan membuat
kompensasi.
Beberapa contoh tindakan tindakan yang sesuai
dengan etika lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Membuang sampah (misal bungkus permen)
pada tempatnya. Jika belum ditemukan tempat sampah, bungkus permen itu
hendaknya dimasukkan ke saku terlebih dahulu sebelum di buang pada tempatnya.
2. Menggunakan air secukupnya. Jika tidak
sedang digunakan, matikan keran. Dari keran yang menetes selama semalam, dapat
ditampung air sebanyak 5- 10 liter, cukup untuk minum bagi dua orang dalam
sehari. Ingat, sesungguhnya air itu tidak hanya untuk manusia, tetapi juga
untuk makhluk hidup lainnya.
3. Hemat energi. Mematikan lampu listrik jika
tidak digunakan. Jika kamu memasak air, kecilkan api kompor tersebut segera
setelah air mendidih. Menurut hukum fisika, jika air mendidih, suhunya tidak
dapat ditingkatkan lagi. Menggunakan api kompor besar ketika air sudah mendidih
hanya memboroskan bahan bakar.
4. Tidak membunuh hewan yang ada di
lingkungan, menangkap, atau memeliharanya.
5. Tidak memetik daun, bunga, ranting, atau
menebang pohon tanpa tujuan yang jelas dan bermanfaat
6. Gemar menanam bunga, merawat tanaman,
melakukan penghijauan.
7. Mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan
8. Mengembalikan hewan atau tumbuhan ke
habitat aslinya.
Etika manusia terhadap sesuatu
adalah kebiasaan hidup yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
lain. Etika berisikan aturan tentang bagaimana manusia harus hidup yang baik
sebagai manusia, perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia
untuk mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang
dianggap baik dan penting. Dengan demikian etika berisi prinsip-prinsip moral
yang harus dijadikan pegangan dalam menuntun perilaku.
Etika lingkungan hidup
memfokuskan tentang perilaku manusia terhadap alam serta hubungan antara
semua kehidupan alam semesta. Etika lingkungan (etika ekologi) adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan
sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur
mempunyai arti dan makna yang sama. Prinsip etika lingkungan adalah: semua
bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk
menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk
berkembang (Rahim, 2013)
Etika lingkungan dapat
dikategorikan kedalam etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika
pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam
untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk
mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk. Etika
lingkungan dapat dibedakan menjadi etika lingkungan dangkal (shallow
environmental ethics), etika lingkungan moderat (moderate environmental ethics)
dan etika lingkungan dalam (deep environmental ethics). Di sini hanya akan dibicarakan
yang pertama dan yang ketiga. Karena yang kedua merupakan peralihan antara yang
pertama dan yang kedua. (Rahim, 2013)
2.3
Kesehatan lingkungan dalam perspektif
etika lingkungan
Kesehatan
lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya
realitas hidup manusia yang sehat, sejahtera
dan bahagia (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan).
Ilmu Kesehatan
Lingkungan diberi batasan sebagai ilmu yang mempelajari dinamika hubungan
interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat dengan segala macam
perubahan komponen lingkungan hidup seperti spesies kehidupan, bahan, zat atau
kekuatan di sekitar manusia, yang menimbulkan ancaman, atau berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, serta mencari upaya-upaya
pencegahan´.(Umar Fahmi Achmadi, 1991)
Bila dikaitkan
antara etika lingkungan dan kesehatan lingkungan, maka akan sangat erat sekali
hubungannya. Bila kita beretika terhadap lingkungan seperti yang telah
diuraikan diatas, misalnya membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air
secukupnya, hemat energi dan sebagainya, maka lingkungan kecil disekitar kita
juga akan sehat dan baik, bila lingkungan kecil disekitar kita sudah baik dan
sehat, maka mendukung lingkungan yang lebih besar akan menjadi baik juga.
Sesuai dengan
teori epidemiologi kesehatan, yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi sakit
itu terdiri dari 3 hal yang sering disebut dengan trias epidemiologi yaitu
host, agent dan environment. Ketiga hal ini sangat berhubungan erat satu sama
lain, ada salah satu dari tiga faktor tersebut tidak seimbang (tidak baik),
maka akan berpengaruh kepada yang lainnya. Lingkungan yang baik akan
mempengaruhi agent dan host untuk menjadi baik, demikian juga sebaliknya.
Jadi mulai dari
diri kita sendiri, ibda’ binafsih! Belajar
untuk menghargai lingkungan disekitar kita, mulai dari diri kita, keluarga
kita, dan sekitar kita. Mari kita mulai beretika dengan lingkungan kita, bahkan
hal ini sudah diajarkan oleh nabi Muhammad
saw beberapa abad yang lalu. Banyak sekali hadist-hadist beliau tentang
beretika terhadap lingkungan disekitar seperti sabda Nabi Muhammad saw, “Barangsiapa menyingkirkan gangguan dari
jalan kaum Muslimin, maka akan dicatat untuknya satu kebaikan, dan siapa saja
yang diterima darinya satu kebaikan maka ia akan masuk surga” (HR. Bukhari dan
ad-Dhiya al-Muqdisi, dari Ma’qil bin Yasar ra).
Referensi :
Alimah, Nur. 2013.
Artikel Kesehatan Lingkungan dalam http://www.artikelbagus.com / 2012/04/artikel-kesehatan-lingkungan.html
Aryono, Oki, 2013.
Menyingkirkan Gangguan di Jalan (Seri Amalan-amalan Ringan Pembuka Pintu Surga) dalam http://www.ydsf.org/blog/untaian-hikmah/menyingkirkan-gangguan-di-jalan-seri-amalan-amalan-ringan-pembuka-pintu-surga
Rahim, Supli Effendi. 2013.
Jenis Etika Lingkungan dan Prinsip-prinsip
pelaksanaannya. Dalam
http://suplirahim2013.blogspot.com/2013/03/jenis-etika-lingkungan-dan-prinsip.html
Thursday, April 4, 2013
DIARE
a. Pengertian Diare
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk
konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi BAB lebih
dari biasanya, (lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 1990).
Definisi penyakit diare menurut WHO adalah sebagai berikut
:
“ Diarrhoea disease is a disease
characterized by passage of abnormally loose or waterly stools” (WHO, 1985).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali / hari ) disertai perubahan
konsistensi tinja (menjadicair), dengan / tanpa darah dan / atau lendir
(Suraatmaja, 2005)
b.
Jenis Diare
Diare terbagi atas 4 jenis, yaitu :
1)
Diare akut,
yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat
diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama
kematian bagi penderita diare.
2)
Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam
tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan baerat badan dengan
cepat, kemungkinan terjadi komplikasi pada mukosa.
3)
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih
dari 14 hari secara terus-menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan
berat badan dan gangguan metabolisme.
4)
Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga
disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya. Tatalaksana penderita diare tersebut diatas selain berdasarkan acuan baku tatalaksana diare
juga tergantung pada penyakit yang menyertainya (Ilmu Kesehatan Anak, 1990).
c. Etiologi
Menurut Suriadi dan Rita Yuliani dalam Asuhan Keperawatan Pada Anak
(2001) Etiologi diare dapat di bagi beberapa faktor, yaitu :
1)
Faktor Infeksi
a.
Infeksi lateral yaitu infeksi saluran pencernaan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak.
Infeksi lateral ini meliputi :
-
Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella,
Shingella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
-
Infeksi
virus : Enteroovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain
-
Infestasi
parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, oxyuris,
Strongyloides),
Protozoa (Entamoeba histolytica, giardia lamblia,
Trichomonas Homonis), jamur (Candida Albicans).
b.
Infeksi
Parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti
Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronchopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya (keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
2)
Faktor Malabsorbsi
a.
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi
laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktosa.
b.
Malabsorbsi lemak
c.
Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan : makanan basi, beracun,
alergi terhadap makanan.
4) Faktor psikologis : rasa takut dan cemas
walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih
besar
Penyebab diare pada balita yang
terpenting adalah :
1) Karena peradangan usus, misalnya :
kholera, disentri, bakteri-bakteri lain, virus dsb.
2) Karena kekurangan gizi misalnya :
kelaparan, kekurangan zat putih telur.
3) Karena keracunan makanan.
4) Karena tak tahan terhadap makanan
tertentu, misalnya : si anak tak tahan meminum susu yang mengandung lemak atau
laktosa (FKUI, 1990).
d.
Patofisiologi
Sebagai akibat diare
baik akut maupun kronis akan terjadi :
1) Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2) Gangguan keseimbangan asam – basa
(metabolic asidosis)
Metabolic asidosis ini terjadi
karena :
a) Kehilangan Na – bikarbonat bersama tinja
b) Adanya kitosis kelaparan. Metabolisme
lemak tidak sempurna seghingga benda keton tertimbun dalam tubuh
c) Terjadi penimbunan asam laktat karena
adanya anoksia jaringan
d) Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena ada tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguri/anuri)
e) Pemindahan ion Na dari cairan
ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3) Hipoglikemia terjadi pada 2 – 3 % dari
anak – anak yang menderita diare. Pada anak – anak dengan gizi cukup atau baik,
hipoglikemia jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak – anak yang
sebelumnya menderita KKP.
Hal ini terjadi karena :
a) Penyimpanan/ persediaan glikogen dalam
hati terganggu
b) Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun
jarang terjadi)
4) Gangguan sirkulasi darah
Sebagai akibat diare dengan
disertai muntah, dapat terjadi ganguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok)
hipovolamik.
5) Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare,
sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan
dalam waktu yang singkat. (Sudaryat Suraatmaja, 2005)
e. Patogenesis
Makanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1.
Gangguan osmotic
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.
2.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya diare pula.
3. Gangguan motilitas usus.
Hiperperistaltic akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare. Sebaliknya bila pristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya diare pula (Koplewich, 2005).
f. Gejala Klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin di sertai lendir
dan atau darah. Warna tinja semakin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam
laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat di absorbsi usus selama
diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat keseimbangan asam-basa
dan elektrolit.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan,
sedang dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi
dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik.
Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM biasanya dirawat penderita
dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12½ %. Pada
dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan
hipovolemik dengan gejala-gejalanya yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut
nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran
menurun (apatis, somnolen dan kadang-kadang sampai soporokomateus). Akibat
dehidrasi, diresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada asidosis
metabolik, penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam
(Pernafasan Kussmaul).
Asidosis metabolik terjadi karena : 1) Kehilangan NaHCO3
melalui tinja,
2) Ketosis kelaparan, 3) Produk-produk metabolik
yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (oleh karena oliguria atau anuria),
4) Berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel, 5) Penimbunan
asam laktat (anoksia jaringan tubuh).
Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam
plasma kurang dari 130 mEq/I, dehidrasi isotonik (dehidrasi isonatremia) bila
kadar natrium dalam plasma 130 – 150 mEq/I, sedangkan dehidarsi hipertonik
(hipernatremia) bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq/I.
Dari penderita-penderita yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM ditemukan 77,8% dengan dehidrasi isotonik, 12,7% dehidrasi hipertonik
dan 9,5% dehidrasi hipotonik. Pada dehidrasi isotonik dan hipotonik penderita
tampak tidak begitu haus, sedangkan pada penderita dehidarsi hipertonik, rasa
haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan neurologis seperti kejang,
hiperefleksi dan kesadaran yang menurun, sedangkan turgor dan tonus tidak
berapa buruk (FKUI, 1990).
g. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat,
hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2) Renjatan hipovolemik
3) Hipokalemia (dengan gejala meteorismus,
hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram).
4) Hipoglikemia
5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai
akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7) Malnutrisi energi protein, karena selain
diare dan muntah, penderita mengalami kelaparan.
8) Hiponatremi
9) Syok hipovolemik
10) Asidosis (suriadi, 2001).
h. Pencegahan Diare
Untuk pelaksanaan upaya pencegahan maka intervensi pencegahan diare yang perlu
disebarluaskan adalah :
a)
Promosi ASI
b)
Menghindarkan penggunaan susu botol
c) Perbaikan makanan penyapihan atau makanan
pendamping ASI (MPASI) dari segi gizi maupun hygienenya.
d) Penggunaan air bersih, peningkatan hygiene
perorangan, penggunaan jamban, dan perbaikan lingkungan.
e)
Imunisasi campak.
f)
Berak di kakus, tidak di kali, pantai, sawah atau
sembarang tempat.
g) Cuci tangan sebelum makan, dan sesudah
buang air besar.
h) Minum air dan makanan yang sudah dimasak
i)
Susui
anak anda selama mungkin, di samping makanan lainnya sesuai umur.
j)
Bayi
yang minum susu botol lebih mudah diserang diare dari pada bayi yang disusui
ibunya.
k) Tetaplah anak disusui walaupun anak
menderita diare.
i. Perawatan Diare
Diare menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit, mengakibatkan pasien
menderita dehidrasi dan jika tidak segera diatasi menyebabkan terjadinya
dehidrasi asidosis; bila masih berlanjut akan terjadi asidosis metabolik,
gangguan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam keadaan renjatan (syok).
Bila dehidrasi masih ringan / sedang
a)
Berikan minum sebanyak-banyaknya, kira-kira 1 gelas
setiap kali setelah pasien defekasi.
b) Cairan harus mengandung elektrolit ;
seperti oralit
c) Jika anak terus muntah/atau tidak mau
minum sama sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila pemberian cairan per oral
tidak dapat dilakukan dipasang infuse dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau
cairan lain yang tersedia setempat jika tidak ada RL (atas persetujuan dokter).
d)
1 jam pertama : 50 – 100 ml/kgBB per oral/intragrastik
(sonde)
e)
Selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari ad libitum
Dehidrasi Berat
a)
Pada dehidrasi berat selama 4 jam pertama tetesan lebih
cepat, selanjutnya secara rumat.
b)
Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih
sering, encer, atau sudah berubah konstitensinya.
c)
Berikan minum teh/oralit 1-2 sendok setiap jam untuk
mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.
d)
Jika rehidrasi telah terjadi, infuse dihentikan, pasien
diberi makan lunak secara realimentasi ( Ngastiyah 2005).
Kebutuhan Nutrisi
Untuk mencegah kurangnya
masukan nutrisi dan membantu menaikkan daya tahan tubuh, pasien diare harus
segera diberi makanan setelah dehidrasi teratasi dan makanan harus mengandung
cukup kalori, protein, mineral dan vitamin tetapi tidak lagi menimbulkan diare
kembali (World Health Organization, 1980). Bayi yang masih minum ASI
selama diare walaupun bayi tersebut dirawat dan dipasang infus setelah keadaan
tidak terlalu lemah, ASI harus diberikan terus.
Pada umumnya anak diatas 1 tahun dan sudah makan biasa, dianjurkan makan
bubur tanpa sayuran pada hari-hari masih diare (boleh bubur pakai kecap dengan
telur asin jika bukan karena telur anak diare) dan minum teh. Hari esoknya jika
defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak. Jika
anak tidak dapat meninggalkan susu boleh diberi tetapi diencerkan dahulu
misalnya hari pertama 1/3, hari kedua (2/3) dan jika defekasi tetap baik boleh
penuh pada hari berikutnya.
Resiko Terjadi Komplikasi
Komplikasi pada
pasien diare yang paling sering ialah dehidrasi asidosis. Tetapi komplikasi
dapat juga terjadi sebagai akibat tindakan pengobatan seperti:
1) Infeksi pada bagian yang dipasang
infus atau terjadi hematoma, flebitis.
2) kelebihan cairan ; terutama pada bayi;
yang kecil (neonatus, prematur)gejala kelebihan cairan; mula – mula terlihat
sembab, mengkilap pada kelopak mata bay, kemudian bengkak seluruh wajah.
Jika berlanjut menyebabkan edema paru dan terjadi sesak napas bila edema sampai
pada otak akan menyebabkan pasien kejang. Oleh karena itu, setiap pasien
mendapatkan infus terutama bayi, tetesannya harus selalu dikontrol denagan
benar. Kelebihan cairan juga dapat terjadi jika setelah dehidrasi seharusnya tetesan
sudah dikurangi tetapi belum dilakukan, dalam sekian jam akan terjadi kelebihan
cairan. Sebaiknya bila tetesan macet tidak segera dibetulkan atau tetesannya
kurang dari semestinya rehidrasi tidak segera tercapai yang berarti
memperpanjang penderitaan pasien:
3) kejang – kejang pada pasien yang diare
bila bukan karena kebanyakan cairan dapat karena hipoglikemia. Karena itu bila
ada kejang pada pasien diperiksa gula darahnya dan tindakan selanjutnya setelah
ada instruksi dokter.
4)
komplikasi lain bila diare menjadi kronis dapat menyebabkan pasien menderita
malnutrisi energi protein. Oleh karena itu, pasien diare harus diobati sesuai
dengan penyebabnya untuk mencegah berulanya diare.
6)
Apabila terjadi komplikasi
pada kulit akibat seringnya berak-berak dan adanya asam laktat dalam tinja
dapat menyebabkan iritasi dan lecet pada anus dan sekitarnya. Maka untuk
menjaga agar tidak lecet pada kulit, setiap habis buang air besar bersihkan
dengan kapas yang dibasahi dengan air hangat/minyak kelapa tetapi jangan diberi
bedak lagi karena akan lengket
Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Penyebab diare
telah dikemukakan lebih dahulu baik karena infeksi enteral maupun parenteral
serta faktor lain. Tetapi mengingat ada beberapa faktor resiko yang ikut
berperan dalam timbulnya diare yang kebanyakan karena kurangnya pengetahuan
orang tua maka penyuluhan perlu diberikan. Hal-hal tersebut adalah : hyegiene
yang kurang, baik perorangan maupun lingkungan, pola pemberian makanan, sosial
ekonomi dan sosial budaya.
Mengingat bahwa penularan penyakit ini melalui “4F” (finger, feces, food,
dan fly) maka penyuluhan yang penting adalah :
1)
Kebersihan perorangan pada anak. Mencuci tangan sebelum
makan setiap habis bermain, memakai alas kaki jika bermain di tanah.
2)
Membiasakan anak membuang air di jamban dan jamban
harus selalu bersih agar tidak ada lalat.
3) Kebersihan lingkungan untuk menghindarkan
adanya lalat.
4) Makanan harus selalu tertutup (jika di
atas meja)
5) Kepada anak yang sudah dapat membeli
makanan sendiri agar di ajarkan untuk tidak membeli makanan yang dijajakan
terbuka.
6) Air minum harus selalu dimasak. Bila
sedang terjangkit penyakit diare selain selain harus yang bersih perlu dimasak
mendidih lebih lama.
Gangguan rasa aman dan
nyaman.
Pasien yang menderita diare akan meraskan gangguan rasa aman dan nyaman. Karena
sering buang air sehingga melelahkan; apabila pada pasien kolera yang
defekasinya terus menerus disertai muntah. Untuk mengurangi kelelahan pasien
tersebut sebaiknya dirawat diatas eltor bed, yaitu tempat tidur dari
terpal yang dilubangi di tengahnya dan di bawahnya ditempatkan ember penampung
kotoran. Di dalam ember tersebut diisi dengan desinfeksi. Selain kelelahan juga
adanya rasa tak enak di perut serta kurang istirahat karena sering buang air
besar (Ngastiyah , 2005.)
Subscribe to:
Posts (Atom)